Buleleng, Guna mengatasi masalah sampah, TPS3R Nekad Kedas Desa adat Buleleng akan studi tiru ke Klungkung.
Sampah masih menjadi momok dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bali. Pulau Dewata yang dikenal dengan keindahan alam dan budayanya kini mulai terancam dengan munculnya tumpukan sampah di berbagai tempat. Salah satu solusi yang terus dikembangkan adalah pengolahan sampah berbasis sumber melalui Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R).
Desa Adat Buleleng menjadi salah satu desa adat yang mulai aktif mengolah sampah melalui TPS3R “Nekad Kedas”. Selama sebulan beroperasi, TPS3R ini mampu mengolah puluhan ton sampah menjadi produk bermanfaat seperti kompos dan cairan eco enzyme. Hal itu diungkapkan Kelian Desa Adat Buleleng, Nyoman Sutrisna, saat ditemui pada Senin, 5 Mei 2025.
“Jumlah sampah di Desa Adat Buleleng cukup besar karena wilayah kami terdiri dari 14 banjar adat. Sampah yang masuk ke TPS3R sebagian besar diolah menjadi kompos dan dijual kepada masyarakat,”ujarnya.
Mantan Kepala Dinas Pariwisata Buleleng itu menyebutkan bahwa pihaknya akan melakukan studi tiru ke Desa Gelgel, Kabupaten Klungkung, yang dikenal berhasil dalam pengelolaan sampah.
“Kami memiliki TPS3R yang masih baru dan butuh banyak belajar dari yang sudah berhasil. Di Gelgel, mereka bahkan sampai kekurangan sampah karena sistemnya berjalan sangat baik. Kami ingin pelajari teknik dan konsep pengelolaan di sana,” imbuhnya.
Sementara itu, Komisaris Utama TPS3R PT Asta Manah Liang, Desa Gelgel, Dewa Nyoman Sukrawan menyambut baik rencana studi tiru tersebut. Ia menyatakan, pihaknya terbuka untuk berbagi pengalaman dalam mengelola sampah.
“Kami selalu terbuka. Selama ini, sudah cukup banyak dari Buleleng yang datang studi tiru ke Gelgel. Kami senang karena makin banyak yang peduli terhadap lingkungan melalui pengolahan sampah,” ujarnya.
Mantan Ketua DPRD Buleleng itu menambahkan, komposisi sampah di Desa Gelgel terdiri dari 20 persen sampah plastik, 20 persen residu, dan 70 persen sampah organik—terutama dari sarana upacara keagamaan.
“Sampah bisa datang dari mana saja, dari tumbuhan, binatang, bahkan manusia. Tapi hanya manusia yang bisa mengolahnya. Maka dari itu, kepedulian harus dimulai dari sekarang,” pungkasnya. (dnu)