Catus Pata, Suatu pagi di negeri belang- belang, suasana sangat riang Burung berkicau, ular mendesis, monyet serta binatang lainnya semua pada bersuara. Sementara sinar mentari pagi tersapu awan. Sejak setahun lebih rakyat negeri kian hari makin sulit. Rakyat makin terhimpit dan menjerit. Rakyat susah dan makin resah mengarah ngahngah. Entah karena malu mentari yang konon sebagai obat mujarab melawan si kopid kini mulai enggan menyembulkan wajah aslinya. Teman setia si awan diminta menyelimutinya untuk mencari kambing hitam agar tohokan rakyat negeri tidak tertuju padanya he he he.
Terlihat puluhan monyet di wilayah atas mulai menyerbu rumah penduduk. Dia yang biasanya mendapat camilan dari warung di sekitar wilayah hutan itu kini menderita. Tak ada lagi warung yang buka, tak ada lagi aktifitas jualan karena harus mengikuti program kerajaan. PPKM darurat. Ternyata bukan hanya monyet yang inguh paling, tapi binatang reptil seperti ularpun kepanasan didalam hutan. Mendengar ada PPKM ia mencoba mengintip peluang. PPKM Pos Panjagaan Kalaine Makan, nah jadilah mereka menyerbu tempat para abdi petani berkumpul yang berakhir dengan evakuasi oleh para abdi istana. Ular kok ngantor sih? he he he.
Lalu diceritakan di wilayah timur negeri para abdi suci membuat upacara dengan biaya sendiri. Mereka mendoakan agar negeri tetap trepti walau disadari kian hari makin sunyi. Puja dan puji agar pandemi megedi dilantunkan silih berganti. Mereka dengan tulus iklas ngayah demi negeri karena memang itulah keahlian para guru suci. Mengabdi, mengabdi dan mengabdi, bukan mencari, mencari dan mencari apalagi mencari bati he he he.
Lalu apa yang terjadi di desa Pade Dadi Ingetang disingkat PDI?Mimpi, ya mimpi. Dikisahkan rakyat desa ini sedang tertidur lelap usai menanam padi bersama. Para petinggi negeri sempat melihat aktifitas mereka untuk memperkuat ketahanan pangan disaat pandemi. Cabai, terong, bayam dan segala sayuran yang bisa ditanam di pekarangan dibagikan kepada rakyat negeri untuk ditanam di pekarangan masing- masing.
Usai bergotong royong seperti biasa mereka nutur sambil minum loloh, arak dicampur camilan atau pekecip Dipilihnya masakan khas bali berupa lawar untuk camilan. Nah saat mereka tertidur salah seorang petinggi negeri bermimpi. Mimpi yang tak terbeli tapi berseri. Dalam mimpinya petinggi ini melihat sebuah keranda mayat pada posisi perempatan negeri bagian timur. Dalam mimpinya ia sangat terkejut melihat peristiwa itu. “Tempat yang sangat dikeramatkan kok ada keranda mayat yang ditinggal rakyat.” pikirnya. Dalam mimpinya iapun merasa heran. Yang lebih mengherankan adalah adanya tali untuk menarik wadah sebagai tempat mayat membentang justru ke arah barat tepat pada lokasi patung sebagai ciri khas negeri. Bukan sampai disitu tali itu membentang hingga ke jalan bagian utara. Iapun makin heran atas mimpi yang tak pernah terdeskripsi sebelumnya. Iapun berfikir apakah ini karena campuran loloh, arak, kopi dan pekecip lawar tadi?
Hingga kini mimpi itu tetap menjadi mimpi karena belum dapat direalisasi. Apakah mimpi ini sebagai pertanda akan terjadi sesuatu kepada para petinggi di negeri yang kita cintai? Entahlah, yang jelas dulu si Giri pernah berkabar , satu kasus sudah terkuak ke permukaan. Akankah permainan ini berseri atau cukup sampai disini? Mungkinkah ular yang mulai ikut masuk ke ruang para abdi sebagai kode alam akan mulai melilit kesana kemari? Entahlah. Hanya waktu yang akan menjadi saksi.
Tim Pemberitaan Dewata Round Up.(tut/dpa)