Catuspata, Covid-19 belakangan makin mereda setelah pada bulan Agustus mencapai puncaknya dengan kasus terkonfirmasi positif rata- rata tiga digit perhari. Kematianpun tak terbendung hingga petunon desa adat Buleleng juga mengalami lonjakan pemanfaatan. Ketika itu semua pihak panik karena setiap institusi dipaksa oleh atasan untuk menekan aktifitas masyarakat. Disatu sisi ketika itu bersamaan dengan nguncal Balung atau Buda Kliwon Pegat Uwakan dimana oleh masyarakat hindu di Bali diyakini sebagai hari baik melakukan kegiatan manusia yadnya. Alhasil disana kawin disini.kawin, disana mesangih disini juga mesangih. Berad bered menyamabraya diyakini sebagai salah satu faktor peningkatan penyebaran covid-19. Padahal ketika itu MDA dan PHDI Bali mengeluarkan surat edaran bersama agar kegiatan keagamaan yang terencana ditunda dan kalaupun ada kegiatan keagamaan dibatasi maksimal 15 orang.
Kini setelah bulan September berakhir kasus terkonfirmasi makin menurun sehingga Buleleng masuk dalam katagori level 3. Kenyataan ini menjadikan adanya kebijakan pada beberapa aktifitas seperti penambahan jam buka toko modern, pasar tradisional dan beberapa aktifitas lainnya. Namun hingga kini surat edaran bersama MDA dan PHDI Bali belum dicabut. Disatu sisi kini Pemkab Buleleng setelah melalukan rapat terpadu Forkom Pimpinan Daerah memutuskan untuk melakukan pembelajaran tatap muka terbatas, PTMT.
Masyarakat khususnya orangtua menyambut kabar tersebut dengan euforia. Hal ini tercetus dari komentar para orangtua saat digelarnya program Bali Lugas Ngomong disingkat Balung. Merekapun sangat amat setuju atas kebijakan pemerintah Kabupaten Buleleng. Mengingat selama ini yang mengerjakan PR adalah para orangtua. Maka saat daring para orangtua makin pintar tapi yang mendapat nilai seratus adalah si siswa he he he. Kini justru siswa yang enggan ke sekolah terutama mereka yang selama ini mendapatkan nilai seratus. Kenapa? Ya karena takut ketahuan belangnya mengingat tugas yang diberikan selama ini lebih banyak dikerjakan oleh orangtuanya ya nggak ya nggak.
Suka tidak suka,mau tidak mau kenyataan ini harus dihadapi. Satu setengah tahun lebih belajar lewat daring menjadikan kemunduran intelegensi siswa, sebab cara belajar yang paling efektif adalah dengan cara tatap muka. Disini mereka akan dapat bertanya dengan melihat raut wajah guru mereka dan temam temannya. Akan tetapi semua komponen bukan hanya guru tapi juga orangtua dan siswa harus dan harus mentaati protokol kesehatan. Sekolah wajib menyediakan sarana prokes, jangan sampai alat cuci tangan hanya sebagai pajangan saja.
Contoh tempat sabun ada tapi isinya zong, keran pipa ada tapi saat diputar zong aliat nyat he he he. Kondisi ini harus diperhatikan betul oleh pihak sekolah. Bahkan bila perlu siswa dipastikan diantar dan dijemput oleh orangtua. Hitung- hitung refreshing, ya nggak ya ggak? Bukankan kantor masih memberlakukan Work From Home? Kalau semua pihak sudah taat prokes dan tidak ada rasa ewuh pakewuh saling menegur dan mengingatkan maka kita punya keyakinan PTMT akan berjalan dengan lancar, tanpa ada lonjakan akibat klaster PTMT. Astungkara.
Tim Pemberitaan Dewata Roundup.(tut/dpa)