Senandung Giri : Ketika Desa Adat Digerakkan Untuk Mengurangi Sampah Plastik

Catus Pata, Dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan hidup dan mendukung visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui pola pembangunan semesta berencana menuju Bali Era Baru, serta menindaklanjuti Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Pergub ini kini ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Gubernur bali nomor 9 tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah. Kebijakan ini bertujuan untuk mempercepat penanganan sampah dan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai di seluruh wilayah Bali.​

Lalu kenapa dipandang perlu mengeluarkan edaran ini?

Penggunaan plastik sekali pakai yang tidak terkendali telah menjadi salah satu sumber pencemaran paling parah di Bali, termasuk di pesisir dan kawasan suci. Edaran ini mengingatkan bahwa alam Bali bukan hanya ruang hidup, tetapi juga ruang sakral yang harus dijaga untuk generasi berikutnya.

Surat edaran ini bukan sekadar imbauan teknis untuk mengurangi sampah plastik, melainkan sebuah panggilan budaya dan spiritual untuk menjaga keharmonisan antara manusia dan alam, sesuai dengan filosofi hidup masyarakat Bali: Tri Hita Karana.

Seluruh masyarakat, terkhusus pelaku usaha, lembaga pendidikan, dan instansi pemerintah di Propinsi Bali wajib mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, seperti kantong plastik, styrofoam, dan sedotan plastik.
Selanjutnya tentu dianjurkan penggunaan alternatif ramah lingkungan seperti tas kain, wadah anyaman, daun, dan bahan organik lainnya.

Lalu kenapa harus melalui desa adat?  Sedikit sedikit desa adat, sedikit sedikit desa adat padahal desa adat adanya Cuma sedikit he he he..

Seperti biasa desa adat diharapkan menjadi garda terdepan dalam sosialisasi dan pengawasan pelaksanaan pengurangan penggunaan plastik sekali pakai di wilayahnya masing-masing.

Melalui awig-awig atau pararem, desa adat diimbau untuk mengatur larangan penggunaan plastik sekali pakai dalam setiap kegiatan adat, upacara keagamaan, dan aktivitas sosial lainnya.Selain itu desa adat diberikan tugas untuk mengedukasi karmanya untuk taat pada edaran dimaksud.

Reward and funishment akan diberlakukan oleh Pemerintah Provinsi Bali dengan  memberikan sanksi kepada   Desa atau pelaku usaha yang tidak mematuhi SE ini dapat dikenai sanksi administratif, seperti penundaan bantuan keuangan atau pencabutan izin usaha.​  Sebaliknya, pihak yang berhasil melaksanakan kebijakan ini akan mendapatkan penghargaan, seperti bantuan keuangan tambahan atau pengakuan sebagai entitas ramah lingkungan.

Dengan menekankan peran desa adat, edaran ini menyentuh kekuatan paling berakar di masyarakat Bali. Desa adat memiliki kekuatan sosial, kultural, dan spiritual yang mampu menggerakkan perubahan dari bawah. Semoga

Tim Pemberitaan Dewata Roundup.(Tut)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *