Penglatan, Kantor Perbekel Desa Penglatan, Kecamatan Buleleng terancam dieksekusi oleh pihak Pengadilan Negeri Singaraja, hingga menuai penolakan dari warga.
Dari perbatasan antara Desa Banyuning dan Penglatan, hingga kantor perbekel terpampang beberapa spanduk yang berisi nada menolak terhadap eksekusi tanah kantor perbekel Desa Penglatan.
Hal tersebut diawali oleh adanya sengketa antara Nengah Koyan dan ahli warisnya melawan Perbekel Desa Penglatan. Nengah koyan mengklaim hak kepemilikan tanah yang diatasnya dibangun kantor perbekel.
Proses hukum panjang telah dilalui namun tetap di menangkan pihak Nengah Koyan, bahkan upaya pemerintah desa dalam melakukan peninjaun kembali (PK) juga kandas. dan akhirnya terbit surat putusan NO 738 PK/pdt/2019 dari Mahkamah Agung yang memenangkan pihak Nengah Koyan.
Menyikapi hal tersebut, pemerintah desa mengadakan musyawarah desa yang dihadiri tokoh masyarakat pada Senin pagi (13/09) di Kantor Perbekel Desa Penglatan.
Perbekel Desa Penglatan Nyoman Budarsa mengatakan upaya terakhir pemerintah desa untuk mempertahankan kantor perbekel adalah berharap mendapatkan dukungan dari pemerintah kabupaten sehingga diberikan win-win solution untuk sengketa ini. “Saya masih tetap berusaha memohon kepada atasan kami untuk hadir dan membantu menyelesaikan masalah ini agar adil dan seperti yang saya sampaikan tadi kami akan damai dan kantor ini tetap menjadi pelayanan publik dan diantara mereka bisa menerima win-win solution dan kami berharap keadilan negara,”ujarnya.
Ditanya terkait pengujian atas putusan hakim apakah sudah memenuhi rasa keadilan atau eksaminasi, perbekel Budarsa mengungkapkan belum ada rencana, namun jika pemerintah kabupaten memberikan petunjuk akan segera dilakukan untuk mendapatkan hasil yang terbaik. “Kalau eksaminasi seperti yang tadi saya hanya menyerahkan kepada pemerintah kabupaten ada peluang untuk itu jadi karena menjalaninya juga tidak paham jadi saya belum bisa menjawab hal itu,”ungkapnya.
Sebelumnya muncul tawaran pihak penggugat agar pemerintah desa membayar Rp 1.200.000.000. Sedangkan secara regulasi hal tersebut akan berpotensi menimbukan masalah hukum karena dinilai Double Accounting atau membayar asset yang sudah dibangun dengan dana pemerintah.(dnu/dpa)