Catus Pata, Pada episode lalu diceritakan bahwa suasana di pendopo kerajaan tampak sepi, padahal para punggawa dan mantri istana sedang berkumpul. Selidik punya seldiik ternyata para punggawa dan mantri kerajaan tengah mendengarkan arahan dari raja negeri belang-belang. Suasana tegang tetap terjaga, maklum mereka para punggawa dan mantri selalu ketakutan saat masuk istana. Pengalaman menunjukkan masuk senyum keluar cemberut, kalau tidak menangis. Entah karena kondisi ini para punggawa dan mantri istana hanya terdiam dan menunduk saat mendengarkan arahan dari raja negeri. Kali ini raja negeri terlihat sangat berbeda jauh dari penampilan sebelumnya. Ia kelihatan anggun dengan rambut yang hitam mengkilap usai disemir. Tampak raja negeri yang didampingi permaisuri tercinta senyum sumringah. Para mantri dan punggawa diminta senyum dan mengilangkan wajah cemberut. Para punggawa dan mantri kerajaan jadi bertanya-tanya kok tumben tumbennya raja negeri kelihatan lain daripada yang lain. Tampak berbagai macam minuman dari arak, kopi, arak campur kopi, teh, wedang jahe dan sirup serta orson berjejer di meja pendopo. Berbagai makanan dari nasi putih, sate kambing, rawon kebo, babi guling juga tampak terlihat. Hanya lawar merah yang belum terlihat karena di negeri belang-belang sedang terjadi penyakit meningitis he he he. Kalaupun disajikan dikhawatirkan tidak ada yang makan lawar tersebut. Pasalnya mantri kesehatan sudah mewanti-wanti untuk sementara waktu jangan makan lawar kalau nggak pingin semaput lalu dampaknya tuli seumur hidup.
Kini kita kembali pada paruman, suasana tampak ceria lho tumben?? Ternyata keceriaan ini diawali saat raja negeri ngupah bondres, bukan hanya itu hiburan musikpun tersaji di halaman depan pendopo. Melihat para punggawa mulai tampak ceria raja negeri yang biasanya bicara tegas dan keras kali ini tumben lembut. Bahkan kali ini raja negeri jago lobi ini menyampaikan sebuah peribahasa …Wahai para punggawa dan mantri kopi, kopi apa yang bisa membangun negeri?? Mendengar peribahasa itu para punggawa dan mantri dengan Susana riuh menjawab, seorang punggawa wanita menaikkan tangan lalu menjawab, kopi yang diseduh pakai es he he he…lalu punggawa yang lain ikut pula menjawab kopi yang dibawa ke kutub utara, suhuyasa yang selama ini diam ikut mencoba menjawab peribahasa raja negeri,,, kopingin bersama-sama membangun negeri he he he . Mendengar jawaban suhuyasa raja negeri tersenyum seraya menjelaskan sikapnya selama ini. Mungkin selama ini aku tekesan kaku, kekakuanku hanya untuk mencoba melihat sikap asli punggawa dan rakyaktu saat mereka tidak terkooptasi oleh kepentingan politik. Selama ini aku memang jarang turun ke masyarakat karena aku melihat masih banyak urusan dalam istana yang perlu diperbaiki. Kini setelah rampung, aku akan sering turun ke masyarakat. Seniman, musisi, tokoh masyarakat, dan generasi lain sudah aku kumpulkan dan kuajak berdiskusi. Jembatan, bangunan gedung ,pertanian dan pendidikan sudah aku bangun. Status rakyat miskin sudah aku pangkas. Semua untuk kemajuan negeri. Tak ada niatku untuk mengejar penghargaan semata. Kini aku ingin mengajak para punggawa , mantri dan rakyatku untuk bersama-sama ngewangun negeri. Toh masa baktiku tinggal sebulan lagi, kalau diperpanjang syukur, kalau tidak ya sudah, itu semua sudah diatur oleh semesta. Setelah raja negeri menyampaikan arahannya tiba tiba seorang anak kecil putra istana menyelinap ke tengah pendopo. Putra asli belang- belang ini menyampaikan sebait pantun… Meli nasi di Bangkiang Sidem, habis makan langsung berendem …Coba-coba menyerap aspirasi, siapatahu kelak dapat tandem he he he. Mendengar sebait pantun itu, raja negeri hanya menyunggingkan senyuman, ia kini tampak berbeda jauh dengan saat baru dilantik, ia kini berprinsip masuk dengan senyum, pulang dengan ranum
Tim Pemberitaan Dewata Roundup. (tut)