Meski kian sepi, tradisi munjung yang ada di Desa adat Buleleng setiap hari raya galungan menolak punah.
Masyarakat di Buleleng memiliki tradisi unik setiap hari raya tiba. Seperti halnya pada hari raya Galungan 2 agustus 2023 lalu, krama mendatangi Setra Desa Adat Buleleng untuk melaksanakan tradisi munjung.
Krama membawa sesajen atau banten yang disebut dengan punjung, selanjutnya banten dihaturkan di gumuk atau makam keluarga yang belum melalui upacara ngaben. Setelah dihaturkan, banten kemudian dilungsur dan disantap bersama-sama diatas gumuk atau kuburan.
Pada tahun ini tradisi itu kian sepi. Pantauan reporter radio nuansa giri fm di Setra Desa Adat Buleleng, tradisi munjung hanya ramai di wewidangan Banjar Adat Banjar Jawa. Sementara di wewidangan banjar adat lainnya sepi, karena tidak ada gumuk. Maklum saja, sudah banyak yang melalui upacara ngaben, baik melalui ngaben massal desa adat, ngaben massal dadia, maupun melalui kremasi.
Kelian Desa Adat Buleleng Nyoman Sutrisna mengungkapkan, hari raya Galungan, Kuningan dan Pagerwesi di Desa Adat Buleleng memang sangat identik dengan tradisi munjung. Menurutnya pada tahun ini tradisi munjung memang terlihat sepi. “Didalam awig-awig desa adat Buleleng, kita menata dan mencoba untuk tetap menjalankan tradisi Munjung. Kami menata gumuk-gumuk dengan rapi, kami harap tradisi munjung tetap ada dan berjalan dengan benar.”ujarnya
Kendati demikian, ia meyakini tradisi itu tak akan punah. Sebab banjar adat Banjar Jawa memiliki sebuah dresta, krama di banjar adat banjar jawa wajib melakukan mekingsan ring pertiwi lebih dulu, sebelum melakukan upacara ngaben. “Kendati sudah ada krematorium, tentu kremasi ini tidak mutlak. Kami masih menyediakan tempat untuk mendem di setra dengan catatan melihat tradisi-tradisi yang ada di banjar adat.”imbuhnya. (Dnu)