Senandung Giri : Singaraja Literary Festival Kembalikan Ingatan Kejayaan Buleleng

Catus Pata, Kerajaan Buleleng adalah salah satu kerajaan bercorak Hindu di Bali yang letaknya berada di Singaraja. Kerajaan ini berdiri pada sekitar pertengahan abad ke-17, setelah seluruh wilayah Bali utara yang sebelumnya dikenal dengan nama Den Bukit. Di wilayah ini pada masa penjajahan Belanda dibangun sebuah museum yang bernama lengkap Kirtya Liefrinck Van der Tuuk mengacu pada F.A. Liefrinck, seorang sejarawan yang meneliti budaya Bali dan Nias serta Herman Neubronner Van Der Tuuk, seorang asistan resident pemerintah Belanda di Bali yang juga sangat tertarik dengan kebudayaan Bali dan Lombok.

Gedung yang dibangun pada 2 Juni 1928 dan mulai dibuka untuk umum pada 14 September 1928. Gedung ini menjadi saksi bisu kejayaan Buleleng pada bidang sastra. Betapa tidak di perpustakaan ini, terdapat ribuan koleksi manuskrip daun lontar, prasasti, manuskrip kertas dalam bahasa Bali dan huruf Romawi. Entah karena aura magisnya pula gedung ini luput dari aksi bakar-bakaran yang dikenal dengan istilah Buleleng kelabu .

Kini yayasan Mahima Institut berkolaborasi dengan komponen masyarakat Buleleng dan jaringan koleganya mencoba membangkitkan kembali kejayaan Buleleng melalui kegiatan Buleleng Literary Festival. Bukan tanpa alasan memilih tempat di gedung Kirtya.

Festival dengan puluhan kegiatan ini bertujuan mengenang sekaligus membangkitkan kembali budaya sastra masyarakat Buleleng. Peserta dan narasumbernya juga tidak main-main. Skalanya sudah nasional lho. Alhasil bukan hanya berdampak pada tumbuhnya gairah sastra tapi juga meningkatkan perekonomian dan tingkat hunian hotel di kota singaraja. Apalagi kegiatan ini berlangsung selama tiga hari 29 September hingga 1 Oktober 2023. Karena ditengah-tengah kegiatan ini banyak UMKM memajang hasil produknya di kawasan Gedung Kirtya.

Kebanggan masyarakat Buleleng harus terus ditumbuhkan. Tak usah terlalu muluk-muluk, cukup dari cerita, puisi, lontar, musik, permainan anak-anak  dan sastra atau literary. Contoh yang sangat sederhana dibedah oleh Sugi Lanus tentang lontar Pengayam-ayam

Kebanggan tidak cukup hanya disyukuri tapi harus digelorakan dan digerakkan. Maka bersykurlah di Buleleng  masih ada orang-orang yang bekerja iklas dan memanfaatkan jaringannya menuju kejayaan Buleleng. Minimal dari sisi sastra. Masihkah kita terkooptasi oleh rutinitas yang hanya mengutamakan administratif tanpa mau berkolaborasi dengan para pihak yang mumpuni??

Dikutip dari berbagai sumber.

Tim Pemberitaan Dewata Round Up.(Tut)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *