Catus Pata, Pada episode lalu diceritakan bahwa rakyat menyesalkan sikap raja negeri yang hanya fokus pada rakyat Paden au Selalu. Namun faktanya rakyat di desa Pade Nau Selalu juga merasakan ketidaknyamanan. Ternyata oh ternyata tunjangan yang besar belum menjamin para punggawa nyaman he he he. Betapa tidak anggaran dipangkas namun disatu sisi wajib mengikuti kegiatan tertentu. “Lalu uangnya darimana”? keluh mereka. Lalu terdengar suara beberapa orang di jalan de ngan komando tu wak, tu wak, tu wak…Lho biasanya sih terdengarnya tu wak ga pat, apalagi jelang wanti warsa tapi kenapa kok tu wak tu wak saja?? Selidik punya selidik ternyata pasukan itu adalah pasukan pemuda yang hendak metuakan karena gerak jalan yang biasanya digelar hingga kini belum jelas he h he.
Kini kita berkunjung ke desa Nuraini, desa yang rakyatanya mengandalkan hati nurani. Mereka merasa berdosa mengingat hampir semua keluarganya dimaksukkan sebagai penerima bantuan, ah masa sih? Bukankah punggawanya sudah pontang –panting lemah peteng bekerja menyisir rakyat negeri? Iya memang sih tapi ada kekuatan tertentu yang menyebabkan punggawa desa ketar-ketir untuk tidak memasukkan ke daftar penerima. Benarkah? Oh berarti memnag negeri ini tidak sedang baik-baik saja, perlu ada justisbao ke lapangan untuk mengecek validitas data ini he he he. Sementara kini diceritakan situasi kemarau semakin memuncak. Rakyat di desa jowo yang bterletak nol kilometer dari pusat kerajaan mulai merasakan kesulitan air bersih. Kalau pada nol kilometer saja kesulitan air bersih bagaimana dengan di luar pusat kerajaan? Terdengar sayup sayup suara gaduh,,,semakin lama suara itu semakin jelas. Seorang punggawa berbadan tinggi besar tampak sedang berdialog dengan para pedagang. Pasalnya para pedagang protes kok jualan barang murah di lokasi pasar sih? Karoan saja para pedagang protes…Tapi protesnya sayup-sayup lho,,,mereka juga tak mau kehilangan mata pencahariannya. Hanya saja mereka mengingatkan kalau dulu berjualan murah itu lokasinya diluar pasar karena mereka tidak bayar cukai harian apalagi pajak ya nggak ya nggak. Kalau mau terjual habis kerahkan saja rakyat di desa pade nau selalu untuk berbelanja nuju dine sukre , pasti ludes deh. Kewalahan mengendalikan para pedagang mantri pasar itu lalu berlari menuju pendopo istana kerajaan yang terlihat sunyi, apa yang terjadi dibalik kesunyian istana? Benarkan raja negeri sedang menggelar paruman dengan para mantri untuk membahas situasi negeri mengingat negeri sedang tidak baik-baik saja?
Simak pada episode berikutnya
Tim Pemberitaan Dewata Roundup. (tut)