Catuspata, Pada episode lalu dikisahkan raja negeri akan melancaran ke sejumlah desa di negeri belang-belang. Terlihat para dayang telah bersolek. Disatu sisi para abdi dalem tengah mempersiapkan berbagai perbekelan dan perlengkapan. Sementara para juru masak tengah memask gulai dan ikan. Maklum saja untuk kali ini raja negeri belang-belang tumben ingin menikmati gulai dan ikan. Berbagai bahan rempah telah dicampur untuk memastikan gulai dan ikan yang dimasak oleh para juru masak istana sesuai dengan selera raja negeri.
Kini dikisahkan waktu dan hari keberangkatan raja negeri telah tiba. Kala itu wuku masih ngenjek pasah paniron. Kalau para peternak sih sangat senang dnegan wuku ini yakni wuku penyuangan kucit he he he. Pada saat yang telah ditentukan pasukan keamanan meniup terompet sangkakala pertanda raja negeri keluar dari pendopo kerajaan. Gamelan baleganjur mengiringi raja negeri sementara pasukan keamanan istana telah membagi diri , dari pasukan penyapu jalan hingga penyapu ranjau. Rakyatpun mengelu-elukan Raden Tubagus. Maklum saja raja negeri jago lobi ini sejak si kopid singgah di negeri belang-belang, beliau sangat jarang macecingak. Kini saat kopid mereda aktifitas yang dulu selalu diabaikan kini mulai dihidupkan. Saat raja turun dari kuda tunggangan rakyat di desa pade nau Selalu menundukkan kepala pertanda hormat pada raja negeri. Mereka banyak memuji raja negeri yang selalu perhatian kepada rakyat di desa Pade Nau Selalu. Sikap yang sama ditunjukkan oleh rakyat di desa kontrakan. Walau gaji ngadat namun mereka sadar betul ini merupakan konsekuensi sebagai rakyat yang hidup di wilayah kontrakan. Lalu bagaimana sikap rakyat di desa Banyu Biru, mereka cuek atas kedatangan raja negeri. Kenapa? Jalan yang berubah menjadi sungai berulangtahun lagi. Melihat gelagat rakyatanya raja negeri turun dari kereta tunggangannya. Senyum pipi sujenan ditunjukkan kepada rakyat. Entah karena taksu senyum raja negeri, satu persatu rakyat mendekat. Saat rakyat mendekat raja negeri juga makin dekat. Ibarat sebuah judul lagu , aku jauh engkau jauh, aku dekat engkau dekat he he he. Lalu raja negeri mengajak satu persatu rakyat ngobrol. Dimintanya para para dayang mempersiapkan makanan. Mendengar raja negeri duduk beralaskan tanah, rakyat dari desa nuraini, rakyat dari desa pade dadi ingetang serta rakyat dari desa lainnya mulai mendekat. Saat alun-alun penuh dibanjiri rakyat negeri, raja negeri meminta dayang untuk membuka bekal perjalannnya. Satu persatu bekal dibuka. Saat gulai dibuka raja negeri dengan sorot mata yang tajam melihat rakyat yang terlihat lunglai dan memble. Kepada mereka Raden Tubagus berpesan agar mereka bangkit dan segera berusaha kerja, kerja dan kerja. Lalu saat dayang membuka masakan ikan Raja jago lobi ini membagikannya kepada rakyat yang hanya bekerja akan, akan dan akan. Mengingat masakan sudah tersedia maka raja negeri mempersilahkan rakyat menikmatinya. Jadilah mereka makan bersama yang oleh rakyat negeri belang-belang disebut megibung. Ternyata satu diantara mereka cukup jeli melihat menu yang disajikan ketika itu, masakan Gulai dan ikan. Dengan memberanikan diri mereka bertanya kepada raja negeri, Raden kenapa tumben masakan megibung kali ini berupa gulai dan Ikan?..Mendengar pertanyaan itu Raden tubagus hanya tersenyum, lalu rakyat lain juga menanyakan hal yang sama hingga mereka akhirnya bersama-sama menanyakan kenapa tumben menu masakan gulai dan ikan? Mendengar koor tersebut raja negeri dengan tersenyum mengatakan Gulai ikan itu sebagai simbol yang memble kita tinggalkan. Bukankah kini masanya kita harus bangkit dari keterpurukan? Bukankah saatnya kita kerja-kerja dan kerja? Bukan akan akan dan akan? Mendengar jawaban raja negeri rakyapun manggut-manggut dan sadar diri bahwa kini tak ada lagi istilah memble, lunglai apalagi lalai he he he.
Tim Pemberitaan Dewata Roundup. (tut/dpa)