Catus Pata, Belakangan ini penertiban alat peraga kampanye berupa poster, baliho dan sejenisnya sempat menarik perhatian public. Bukan hanya lokal bahkan hingga ke istana negara. Betapa tidak pencabutan alat peraga kampanye itu dilakukan jelang Presiden Joko Widodo berkunjung ke kota seni Gianyar. Polemik sempat terjadi namun akhirnya terhenti. Penjelasan yang disampaikan bahwa penertiban dilakukan agar kunjungan presiden RI tersebut steril dari alat peraga kampanye. Benar juga ya…katanya harus netral, netra dan netral ya nggak ya nggak…
Kelau dicermati bahwa baliho-baliho yang dipasang disepanjang jalan mungkin dikatagorikan melanggar undang-undang Pemilu. Merujuk pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023, kampanye pemilu akan diadakan pada 28 November 2023-10 Februari 2024 atau selama 75 hari. Hal ini tercantum dalam ketentuan Pasal 69 Peraturan KPU Nomor 20 tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan KPU Nomor 15 tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu menyatakan bahwa : Partai Politik yang telah ditetapkan sebagai Peserta Pemilu dilarang melakukan Kampanye sebelum dimulainya masa Kampanye.
Mari kita lihat suasana di kota Singaraja dan sekitarnya. Ratusan alat peraga kampanye dipasang pada banyak ruas jalan. Bahkan jalan protokol sekalipun tak luput dari pemasangan alat peraga kampanye he he he. Padahal saat ini masih tahapan sosialisasi. Lalu, apa yang boleh dipasang pada masa sosialisasi? Hanyalah bendera partai politik dengan nomor urut partai. Titik…nggak lagi ada embel-embel lain. Tapi ini kok sudah memasang baliho dengan foto calon, nomor urut calon bahkan sudah isi ajakan mencoblos dengan memasang tanda paku he he he…
Kampanye Pemilu yang selanjutnya disebut Kampanye adalah kegiatan Peserta Pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu untuk meyakinkan Pemilih dengan menawarkan visi, misi, program, dan atau citra diri Peserta Pemilu. Sesungguhnya pengertian ini sudah sangat jelas dan wajib diketahui oleh peserta pemilu di Bumi Panji Sakti. Apalagi belakangan terdengar kabar adanya lapangan kerja baru he he he,,apaan tuch? Pekerjaan memasang baliho, kalau memasang ada bagaimana dengan membongkarnya?? Ya kita hitung belakangan weleh,weleh…..
Pelanggaran yang terjadi atas pemasangan alat peraga kampanye telah direkomendasikan oleh Badan Pengawas Pemilu, Bawaslu Kabupaten Buleleng. kenapa harus Bawaslu? Ya karena bawaslu adalah satu-satunya lembaga yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk menentukan apakah suatu tindakan dikatagorikan melanggar Pemilu ataukah tidak. Apakah termasuk dalam katagori pelanggaran administraif, pidana ataukah etika pemilu. Tentu dengan berbagai kajian, bukan dengan sim salabim he he he. Nah, setelah itu barulah Bawaslu melempar “bola panas” ini ke kpu kabupaten Buleleng. selanjutnya kpu memberitahukan kepada partai politik atas pelanggaran yang telah dilakukan. Idealnya parpol lah yang melakukan penertiban atas pelanggaran yang terjadi. Tapi, Kalau dalam batas toleransi tidak ada penertiban demi menjaga kota yang tetap bersih dan estetika terjaga maka pemerintah kabupaten melakukan penertiban atas pelanggaran dimaksud.
Nah belakangan, “bola panas” ini telah berada ditangan Pemkab Buleleng. Alhasil kita lihat satpol PP melakukan penertiban alat peraga kampanye dimaksud. Tapi, tampaknya penertiban itu tidak sampai tuntas. Lho kok? Masih kita lihat alat peraga kampanye yang terpampang disejumlah ruas jalan ya nggak ? ya nggak ? Untuk menyiasatinya nomor urut APK ditutup dengan kertas atau sejenisnya he he he. Pemandangan ini tentu membuat estetika kota tidak terjaga. Sudah Semestinya Pemkab buleleng bersikap tegas dengan mengajak perwakilan parpol untuk bersama-sama membersihkan alat peraga kampanye yang jelas –jelas telah melanggar ketentuan. Apalagi Pemkab sendiri memiliki dasar hukum yang mengatur tentang ketertiban umum. Jangan berdalih netral lalu enggan melakukan penertiban he he he. Justru netralitas harus ditunjukkkan dengan bersikap tegas terhadap pelanggaran yang terjadi.
Tim Pemberitaan Dewata Roundup.(Tut)