Buleleng, Sanggar Seni Nong-Nong Kling Siap Tampil di Pesta Kesenian Bali 2025, Angkat Kembali Kejayaan Drama Gong Lawas Puspa Anom Banyuning dengan Lakon “Sampiek Ingtae”
Semangat pelestarian budaya kembali menyala dari Banyuning, Buleleng, lewat Sanggar Seni Nong-Nong Kling yang tengah bersiap menampilkan pertunjukan Drama Gong dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) 2025. Ditunjuk langsung oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, sanggar ini dipercaya menggarap lakon klasik Sampiek Ingtae, yang pernah melegenda lewat kelompok Drama Gong Puspa Anom Kelompok drama gong legendaris yang di masa jayanya dikenal tidak hanya di Bali, tapi juga sampai ke Lombok.
Ketua Sanggar Seni Nong-Nong Kling, I Nyoman Suardika atau yang akrab disapa Mang Epo mengungkapkan bahwa dalam garapan kali ini, mereka turut melibatkan empat orang mantan pemain Puspa Anom sebagai bentuk kolaborasi lintas generasi.
“Kenapa kami yang ditunjuk, karena kami dianggap sebagai reinkarnasi dari Puspa Anom. Dalam garapan drama gong kali ini kami berkolaborasi tidak saja regenerasinya beberapa pemain drama gong puspa anom yang dulu dan yang masih ada dan masih siap saya ajak ada beberapa 4 orang lah,” ujarnya.
Pemilihan lakon Sampiek Ingtae juga bukan tanpa alasan. Menurut Mang Epo, selain menjadi salah satu kisah yang sangat dikenal publik, lakon ini juga membawa kenangan mendalam bagi masyarakat yang pernah menyaksikan kejayaan Drama Gong Puspa Anom yang memiliki kekhasan kuat, terutama pada unsur dekorasi panggung yang disesuaikan dengan latar cerita yang membedakan pementasan dari daerah lain.
“Dekorasi itu disesuaikan dengan setting cerita. Kalau di taman, maka panggung menggambarkan taman. Kalau di puri, ya dekorasi puri. Itu ciri khas Banyuning yang ingin dibangkitkan lagi oleh Dinas Kebudayaan,” jelasnya.
Dalam hal teknis, Mang Epo mengaku tidak mengalami kendala berarti, khususnya soal personel. Namun demikian, tantangan utama terletak pada manajemen waktu, mengingat sebagian besar anggota sanggar adalah anak-anak muda yang masih aktif bersekolah.
“Anak-anak sekolah, jadi tantangannya bagaimana seni jalan tapi sekolah tetap jalan. Kita pintar-pintar mengatur waktu,” imbuhnya.
Persiapan pentas pun tidak lepas dari unsur spiritual, seluruh proses kreatif dan latihan selalu diawali dengan upacara mepiuning di Pura Gede Pemayun, tempat yang diyakini sebagai taksu Drama Gong Banyuning. Mang Epo yang juga selaku Dosen di STAHN Mpu Kuturan Singaraja ini berharap, penampilan mereka dapat menjadi ajang nostalgia sekaligus pelestarian seni pertunjukan khas Buleleng.
“Kami ingin generasi muda tetap mengenal dan mencintai drama gong. Dan masyarakat yang dulu punya kenangan dengan Puspa Anom, bisa mengenangnya kembali lewat pementasan kami.”imbuhnya.(uka)