Catus Pata, Perubahan iklim di Buleleng belakangan ini menjdi topic viral. Betapa tidak ketika mentari yang bersinar terik, tiba-tiba muncul mendung tebal diikuti hujan deras. Kemarau yang berkepanjangan membuat cuaca gerah dan panas. Disatu sisi keteresediaan air bersih tentu sangat berkurang seiring meningkatnya kerusakan hutan yang makin parah. Kepanikan global terhadap kondisi lingkungan bukan lagi wacana ilmiah, tapi realita sehari-hari yang kita rasakan sehari-hari, air sungai kering, dan lain sebagainya. Di tengah ketidakpastian itu, satu gerakan sederhana namun berdampak muncul dari dapur rumah tangga dan komunitas eco enzim.
Eco enzim adalah cairan hasil fermentasi limbah organik seperti kulit buah dan sayur, gula merah atau molase, dan air. Proses ini memakan waktu sekitar tiga bulan, namun hasilnya luar biasa. Cairan eco enzim bisa digunakan untuk berbagai kebutuhan: pembersih serbaguna, penyubur tanaman, penghilang bau, hingga penjernih air. Lebih dari sekadar produk rumah tangga ramah lingkungan, eco enzim adalah simbol perlawanan terhadap pola hidup konsumtif dan boros yang selama ini menyumbang krisis lingkungan. Gerakan ini lahir dari kesadaran untuk memanfaatkan limbah, bukan membuangnya. Cairan yang mulai populer di Bumi Panji Sakti tidak dikomersialisasikan, tapi dibagikan secara sukarela. Sejumlah relawan eco enzim di Bumi Panji Sakti kini mulai bermunculan. Pembuatan eco enzim merupakan bentuk nyata dari gaya hidup berkelanjutan yang bisa dilakukan siapa saja, murah, sederhana, dan tidak bergantung pada teknologi tinggi.
Eco enzim yang merupakan produk murah namun bukan murahan ini tidak membutuhkan investasi yang besar, cukup hanya dengan ember, sisa dapur, dan niat menjaga bumi. Dan justru karena kesederhanaannya, gerakan ini menyebar cepat, menyentuh sekolah, perguruan tinggi, hingga komunitas peduli lingkungan di berbagai pelosok perdesaan.
Belakangan dukungan pemerintah Kabupaten Buleleng terhadap pengembangan produksi eco enzim sangat besar, demikian halnya dengan perguruan tinggi. TPST3 R Nekat kedas yang dibangun desa adat buleleng kini menjadi percontohan pengelolaan eco enzim yang digagas kelian desa adat Buleleng Nyoman Sutrisna beserta komunitasnya
Lewat eco enzim, kita diajak kembali pada prinsip bahwa menjaga bumi tidak harus rumit, mahal, atau menunggu regulasi. Cukup mulai dari rumah, dari sisa makanan, dan dari kemauan untuk berubah.
Mungkin eco enzim tidak bisa menyelesaikan seluruh krisis lingkungan. Tapi ia mampu mengingatkan kita bahwa solusi bisa hadir saat kesadaran kolektif tumbuh. Eco Enzim sejuta manfaat. Selamat Ulang Tahun Eco Enzim Nuasantara Yang ke-6. Jaga Bumi, Jaga Kehidupan,
Tim Pemberitaan Dewata Roundup.(Tut)