Catus Pata, Gerak aparatur sipil Negara, pejabat Negara, TNI dan Polri pada Pilkada Bupati-wakil bupati, gubernur –wakil gubernur dan walikota-wakil walikota kini semakin dibatas. Hal ini menyusul dikabulkannya permohonan uji material melalui putusan perkara nomor 136/PUU-XII/2024 oleh mahkamah konstitusi. Pada putusan itu Mahkamah Konstitusi menegaskan pejabat daerah dan anggota TNI/Polri jika melanggar prinsip netralitas dapat dipidana penjara dan denda hingga Rp 6 juta sesuai Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang pemilihan Gubernur-wakil Gubernur, Bupati–wakil bupati dan walikota-wakil walikota.
Di kabupaten Buleleng gema netralitas ASN terus dikumandangkan oleh Penjabat Bupati ketut Lihadnyana. Bahkan dalam setiap kesempatan birokrat murni ini mengingatkan aparatnya untuk bersikap netral. Dampaknya? bukan hanya dalam urusan formal, dalam urusan non formal dibidang kemanusiaanpun para ASN di kabupaten Buleleng mulai milih-milih untuk hadir dalam suatu kegiatan. “Jangan sampai foto saya dengan calon bupati/wakil bupati, gubernur dan wakil gubernur nanti beredar di media social,”ungkap beberapa pejabat dilingkup Pemkab Buleleng. Pasalnya pj Bupati Lihadanya mengaku tak akan pandang bulu dalam menerapkan aturan. Salah satunya sanski sudah dijatuhkan pada Kades Kalibukbuk Ketut Suka, Kades yang juga ketua Forkom Kades se kabupaten Buleeng dalam jejak digital diduga tidak netral dalam pelaksanaan tahapan pilkada Buleleng. Bukan hanya dilingkup ASN, dalamsetiap kesempatan rapat koordinasi, Pj Lihadnyana juga mengingatkan TNI dan Polri untuk tidak cawe-cawe dalam Pilkada. Kini pengadil pemilu dalam hal ini Badan Pengawas Pemilu, bawaslu memiliki ruang dan gerak yang lebih leluasa untuk menerapkan sanksi kepada para ASN, pejabat daerah, TNI dan Polri yang memenuhi unsure pelanggaran. Masalahnya adalah bukan seberapa banyak peraturan yang diciptakan tapi bagaimana peraturan itu diterapkan, ya nggak ya nggak? Jadi pertanyaanya apakah Bawaslu berani bersikap tegas? Mari kita lihat
Tim Pemberitaan Dewata Roundup.(Tut)