Catus Pata, Pemilihan kepala daerah disingkat Pilkada merupakan proses pergantian kepemimpinan. Pada saat pilkada akan terjadi konversi suara menjadi pemimpin. Tentu pemimpin yang diharapkan adalah pemimpin yang mampu memberikan solusi atas persoalan yang terjadi. Bukan sekedar kenyem- kenyem, apalagi kenyem- kenyem sendiri he he he. Kini Pilkada Buleleng memasuki tahapan kampamye. Sejak 25 September hingga 23 Nopember mendatang seluruh kegiatan pasangan calon bupati dan wakil bupati, terkatagorikan kampanye dan wajib didaftarkan kepada KPUD Buleleng. Sebagaimana diatur oleh Peraturan KPU No 13 tahun 2024 Kampanye Pemilihan yang selanjutnya disebut Kampanye adalah kegiatan untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota. Pada saat ini masyarakat disuguhi banyak gimmick oleh para pasangan calon. Lho apa sih gimmick itu?
Gimmick adalah sebuah adegan rekayasa yang digunakan untuk menarik perhatian dari audiens. Umumnya, gimmick sering digunakan dalam dunia hiburan . Jadi para calon saat ini memilih rekayasa ketimbang melhat fakta. Jika calon model ini terpilih maka masyarakat bersiap siap diajak berekayasa saja he he he. Kita akan diajak hidup dalam dunia khayal. Saat ini para calon bupati belum banyak berani berdialg atau berdiskusi dengan masyarakat. Mereka hanya mengumpulkan masyarakat untuk menyampaikan visi dan misi lalu menebar janji jika saya terpilih saya akan bla bla bla…diakhiri dengan bernyanyi dan bergoyang bersama. Weleh weleh weleh. Buleleng sekalagi Buleleng adalah kota pendidikan. Masa kampanye begitu- begitu saja?? Sudah sepatutnya para pasangan calon berani membuka diri untuk berdiskusi dengan masyarakat sesuai komunitas masing- masing agar paslon mampu menyelami kondisi yang sesungguhnya, bukan hanya wara- wiri pasang gimmick atau tebar pesona sana- sini. Keberanian untuk banyak berdiskusi langsung dengan steakholder terkait akan memberikan bekal dalam mengendalikan pemerintahan kelak. Sebab ketika sudah resmi terpilih apalagi dilantik tentu akan mulai ada sekat birokrasi. Untuk menghadap saja susahnya minta ampiun, apalagi untuk menyampaikan aspirasi. Apalagi jika nanti ada hitung- hitungan niki kaon, niki polih ya nggak ya nggak. Belum lagi nanti ada rasa dendam terhadap komponen masyarakat, sudah dipastikan tidak akan ada pengayoman terhadap kebutuhan masyarakat. Buleleng adalah kota pendidikan, cara- cara akademis sudah selayaknya diinisiasi dalam tahapan kampanye. Jika paslon melakukan diskusi dengan komponen masyarakat maka masyarakat akan dapat melihat bagaimana ekspresi wajah atau mimik yang akan ditunjukkan mengingat mimik adalah ekspresi atau gerak gerik air muka untuk menggambarkan emosi yang sedang dirasakan oleh seseorang.
Tim Pemberitaan Dewata Roundup.(tut)