Senandung Giri : Kisruh Jelang Suayembara

Catus Pata, Dikisahkan dalam waktu dekat negeri belang- belang akan melaksanakan suayembara secara serentak, dari kerajaan pusat hingga ke seantero negeri. Tak ayal semua elemen masyarakat desa mulai memasang kuda- kuda. Tingkah polah aneh rakyat negeri pun mulai bermunculan. Ada yang tiba- tiba rajin bermasyarakat,  ada yang tiba- tiba sok kenal sok dekat, ada juga yang mulai gereteh gamoreh dan  ada juga yang mulai mendatangi kawan lawas dengan sejuta janji he he he. Rakyatpun tampaknya sudah hafal dengan sifat tiba-tiba yang biasa muncul jelang suayembara Jelang suayembara suasana kisruh mulai  terlihat. Ada kisruh yang dipendam dalam hati, namun ada juga kisruh yang diperlihatkan kepada rakyat sendiri. Di desa Pade Dadi Ingetang disingkat PDI kisruh terlihat karena ketidakpuasan rakyat yang selama ini merasa dielus- elus sebagai calon anggota dewan parodi. Upaya menyabit rumput untuk banteng-banteng piaraan pun dilakukan dengan sebaik-baiknya. Pagi, siang dan sore makanan untuk banteng- banteng piaraan selalu tersedia. Namun fakta berkata lain. Ia yang sangat rajin dan .dikenal di desa Pade Dadi Ingetang dikabarkan terpental dari suayembara. Karoan saja semua unek- uneknya dibeber. Bukan hanya itu strategi pemenangan dan kantong- kantong suara rakyatnyapun dibeber padarakyat desa tetangga.  Mendengar kisruh di desa Pade Dadi Ingetang, rakyat desa tetangga mulai beraksi.  Ada yang merayu untuk loncat pagar, ada yang menjanjikan jabatan terhormat, bahkan ada juga yang membawakan segepok uang untuk pindah kandang he he he.  Kisruh nggak dapat dihindarkan, janji penggembosanpun mulai ditebar. Sudah duduk lama kok nggak mau naik kelas. Kalau begini terus kapan ada regenerasi? “Naik kelas kok khawatir, padahal orang berlomba- lomba ingin naik kelas” gumam rakyat desa PDI.

Lalu bagaimana rakyat di RT beringin? Ah sama saja tuch. Lama mengabdi di desa dan sudah duduk sebagai dewan parodi eh malah dikorek untuk berhenti weleh,weleh, weleh. Karoan saja rakyat  berontak. Masa sih rakyat kecil diadu dengan rakyat yang sudah mapan?  Pindah nggak ya? Loncat pagar nggak ya he he he, pikir seorang rakyat yang sedang bernaung dibawah pohon beringin. “Kalau loncat pagar sih kayaknya agak susah, mengingat beringin yang rindang cukup mengayomi, tapi kalau nggak loncat pagar kok rasanya sakit hati, ungkap rakyat dalam hati” Jadilah kini rakyat makin hati-hati. Lalu bagaimana rakyat di desa Nuraini? Ya namamya juga nuraini, mereka baik-baik saja mengingat  semuanya dilaksanakan dengan hati nurani. Ditengah suasana kisruh jelang suayembara muncul istilah baru  tak ada kawan abadi, hanya lawan yang abadi lho kok? Ya sesama teman disaat seperti ini justru saling sikut menyelematkan diri untuk ikut  suayembara.

Tim Pemberitaan Dewata Roundup (Tut)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *