Senandung Giri : Bandara Bali Utara Antara Ada dan Tiada

Catus Pata, Wacana pembangunan Bandara Bali Utara telah bergulir lebih dari sepuluh tahun. Digadang-gadang sebagai solusi untuk pemerataan pembangunan antara Bali Selatan dan Bali Utara, proyek ini berkali-kali digaungkan dalam kampanye, perencanaan strategis, hingga rencana tata ruang wilayah. Bahkan, bandara ini disebut telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan konon telah mendapat lampu hijau dari Presiden. Namun hingga kini, bandara tersebut tetap menjadi janji yang menggantung di langit utara Pulau Dewata-antara ada dan tiada.

Masyarakat di Buleleng, sudah lama menaruh harapan besar pada proyek ini. Harapan akan terbukanya lapangan kerja, tumbuhnya sektor pariwisata di wilayah yang selama ini tertinggal, serta meningkatnya aksesibilitas transportasi. Namun, setiap harapan seolah dihadapkan pada kenyataan pahit: tak ada kejelasan. Studi kelayakan dilakukan, lokasi digeser, investor disebut-sebut siap, namun realisasi tak kunjung hadir. Yang lebih menyakitkan, beberapa tahun lalu sempat dilakukan upacara pekelem, sebuah ritual sakral sebagai bagian dari permohonan restu alam dalam setiap proyek besar di Bali. Namun, upacara suci itu tampaknya hanya menjadi simbolis dan seremonial belaka. Tidak diikuti dengan langkah nyata dan konsisten. Seolah-olah hanya menenangkan harapan warga dan menjaga legitimasi spiritual, tapi tanpa niat sungguh-sungguh untuk menindaklanjuti.

Persetujuan di level presiden semestinya menjadi sinyal kuat bahwa pembangunan tinggal soal waktu dan eksekusi. Tapi waktu terus berjalan, dan suara-suara optimisme kian melemah karena yang terjadi hanyalah pergeseran lokasi dan perubahan narasi, bukan peletakan batu pertama. Di tengah wacana percepatan pembangunan dan pemerataan ekonomi, proyek bandara ini justru mengalami stagnasi. Sementara itu, Bandara Ngurah Rai di Bali Selatan kian padat, dan pembangunan infrastruktur di bagian selatan Bali semakin masif. Pertanyaan pun mencuat: benarkah ada kesungguhan untuk membangun Bali secara menyeluruh?

Sudah saatnya pemerintah bersikap tegas dan terbuka kepada publik. Apakah Bandara Bali Utara masih menjadi bagian dari rencana strategis pembangunan nasional yang ingin direalisasikan dalam waktu dekat? Jika ya, mana bukti konkretnya? Jika tidak, sampaikan dengan jujur agar masyarakat tak terus digantung harapannya. Ketidakpastian hanya akan melahirkan ketidakpercayaan.

Bandara Bali Utara tidak semata soal landasan pacu dan terminal namun  simbol dari harapan pemerataan. Selama janji belum ditepati, maka bandara akan terus hidup sebagai ide yang gentayangan di antara ada dan tiada.

Tim Pemberitaan Dewata Round Up.(tut)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *