
Catuspata, Lampu dan lilin kalau dilihat sepintas hampir sama. Fungsinya sama- sama sebagai penerang. Namun lampu masih membutuhkan energi untuk menghidupkanya, sedangkan lilin hanya butuh korek api untuk menghidupkannya. Mungkin ini yang menginspirasi kenapa Pj Bupati Buleleng mengibaratkan lampu dan lilin pada perangkat desa dan pada kelian desa adat pada refleksi akhir tahun 2022 di Gedung Kesenian Gde Manik Singaraja. Para perangkat desa diibaratkan lilin yang menerangi sedangkan para pns dilingkup setda Buleleng ibarat lampu. Masa iya sih? Ya betul. Coba saja bayangkan, tahun ini para PNS dilingkup Pemkab Buleleng diberikan Tambahan Penghasilan Pegawai. Kalau diibaratkan lampu berarti powernya lebih besar daripada lilin. Sedangkan para perangkat desa baru sebatas pada pembayaran di awal tahun dengan dana APBD, artinya tabpa harus pinjam di LPD gitu lho. Itupun tampaknya belum semua desa dapat memenuhinya karena mereka belum menyusun APBDes. Lalu bagaimana dengan Kelian desa adat? Ibarat lilin, cukup menghidupkannya dengan energi korek api, walau diakui bahwa seribu lilin di desa akan lebih berarti daripada lampu penerangan di kota. Lho kok? Bukankah pembangunan dilaksanakan dari pedesaan? Sementara regulasi lahirnya di pusat pemerintahan. Maka sesungguhnya dibutuhkan keseimbangan antara energi untuk lilin dan energi untuk lampu. Kalau lampu tanpa energi nggak bisa hidup, sedangkan lilin akan hidup cukup dengan korek kayu ya nggak ya nggak.
Selamat memasuki tahun baru dengan energi kombinasi lampu dan lilin.
Tim Pemberitaan Dewata Roundup.(tut/dpa)